Jakarta – Corporate Secretary Bank Mandiri Teuku Ali Usman menilai kebijakan Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan, atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI-7DRRR) sebagai langkah antisipatif dalam menghadapi gejolak saat ini.
“Kebijakan Bank Indonesia (BI) untuk menaikkan suku bunga acuan BI-7DRRR berdasarkan kami adalah langkah pre-emptive dan ahead the curve bank sentral untuk menetapkan stabilitas ekonomi dan pasar keuangan tetap terjaga di tengah risiko global yang meningkat,” ujarnya, Rabu (24/4/2024).
Selain di tengah kondisi global yang tak pasti gara-gara perselisihan geopolitik antara Israel dan Iran di Timur Tengah, serta bakal ditundanya pemangkasan suku bunga acuan oleh bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (the Fed).
“Risiko ini termasuk perselisihan geopolitik di Timur Tengah dan slot gacor depo 10k potensi tertundanya kemungkinan penurunan tingkat suku bunga Amerika Serikat atau Fed Fund Rate (FFR),” ujar Teuku.
dia, kebijakan moneter Bank Indonesia krusial untuk menjaga cara moneter Indonesia, di tengah kondisi tak menentu dunia yang akan berakibat banyak kepada sektor ekonomi.
“Dalam hal ini, kami menilai terjaganya stabilitas keuangan sangat penting bagi sektor keuangan lebih-lebih perbankan dan ekonomi secara makro agar bisa menerapkan strategi yang lebih baik dan prudent, di tengah bermacam ketidakpastian dan fluktuasi global,” tuturnya.
Adapun dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 23 dan 24 April 2024, Bank Indonesia menetapkan untuk menaikan suku bunga sebesar 25 basis point menjadi 6,25 persen.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, kenaikan suku bunga ini untuk memperkuat stabilitas skor tukar Rupiah dari kemungkinan memburuknya risiko global, serta sebagai langkah preventif dan forward looking untuk menetapkan inflasi tetap dalam 2,5+-1 persen pada 2024 dan 2025, sejajar dengan stand kebijakan moneter yang pro stability.
Dorong Kredit Pembiayaan Perbankan
“Sementara itu, kebijakan makro prudensial dan cara pembayaran tetap pro growth, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” kata Perry.
itu, kebijakan makro prudensial longgar juga terus ditempuh untuk mendukung kredit pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan rumah tangga.
“Kebijakan cara pembayaran dinasihati untuk tetap memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri cara pembayaran, serta memperluas akseptasi digitalisasi cara pembayaran,” ujar dia.